Sabtu, 17 Maret 2012


B.   Manusia dihiasi dengan ‘Aqal.
Hal yang membedakan manusia dengan segala macam bentuk ciptaan Allah yang lainnya adalah manusia dihiasi oleh Allah dengan ‘Aqal.  Berbeda dengan makhluk Allah, misalnya hewan, yang dihiasi dengan nafsu namun tidak dihiasi dengan ‘aqal. Barangkali, secara biologis belum ada perbedaan antara letak ‘aqal pada manusia dengan hewan, sebab manusia punya otak, hewan juga punya. Namun, jelas manusia tidak ingin disamakan dengan hewan.
Mengenai hal pikiran inilah sangat beragam pandangan para ahli biologi. Sama dengan masalah ruh, yang sampai saat ini belum ada kepastian dimana letak perbedaan antara otak manusia dengan otak hewan (sehingga tidak sama cara berfikir antara manusia dengan hewan) sebab mengenai hal ini tidak bisa dibedakan dari segi kuantitas atau ukurannya saja.
Masalah mengenai perbedaan ini bukan lah masalah primer yang harus diselesaikan oleh manusia, tetapi untuk apa atau bagaimana pertanggungjawaban kita nanti di hari yang pada saat itu seorang anak tidak lagi memikirkan ibu dan ayahnya, hari pertanggungjawaban manusia atas segala hal yang telah Allah pinjamkan kepada kita, termasuk segala yang ada pada diri kita.
Manusia diberi ‘aqal agar mampu berfikir, memahami tanda-tanda kekuasaan Allah yang dapat dilihat dalam kehidupa di dunia yang penuh dengan keindahan yang membuat manusia jadi terlena. Orang atheis yang nyatanya mempercayai bahwa ada sesuatu yang mengatur alam ini, seharusnya lebih mampu menggunakan ‘aqalnya untuk mencari jalan yang benar dalam kehidupan ini, sehingga hidupnya tidak terombang-ambing dalam dunia khayal yang mendatangkan kesesatan bagi dirinya dan orang lain. Begitu juga para ilmuwan yang beragama diluar Islam.
Dengan cara berfikir manusia yang selalu mencari kebenaran, sepatutnya manusia sudah meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah adalah Tuhan yang haq disembah, dan Islam adalah agama Allah yang sebenar-benar agama dalam hidup ini. Apabila ‘aqal yang diberikan Allah digunakan dengan baik, maka tidak akan ada lagi manusia yang menyembah dan mempertuhankan sesama manusia, mempertuhankan benda-benda yang dibuat sendiri oleh manusia, misalnya menyembah patung, pohon yang dibentuk, api yang besar, dsb.
Patung yang disembah oleh orang-orang yang sesat itu, tak kan mampu berbuat apa-apa untuk memberikan segala yang kita butuhkan untuk hidup kita. Jadi, tidak pantaslah manusia menyembah yang diciptakan manusia, apalagi menyembah sesama manusia, walaupun seseorang itu adalah orang paling kaya di dunia, sepatutnya manusia menyembah yang menciptakan manusia dan yang memberikan kecukupan dalam menjalani hidup.
Manusia yang Allah berikan kesempurnaan dengan menghiasinya dengan ‘aqal, hendaklah berfikir lebih jernih lagi tentang benar-salahnya jalan hidup yang ia tempuh selama ini, tak terkecuali kita yang notabenenya adalah seorang muslim. Hal-hal yang perlu kita renungkan adalah adakah kita masih sama dengan mereka yang belum mampu berfikir dengan jernih itu? adakah kita mengaku beragama Islam hanya karena kedua orangtua kita juga beragama Islam?
Kalaulah kita mengaku beragama Islam hanya karena orangtua kita juga beragama Islam terlebih dahulu, maka sama saja status kita dengan mereka yang beragama Nasrani, Yahudi, dll, sebab mereka juga jadi seorang Nasrani atau beragama yang lainnya karena memang orantua mereka juga beragama Nasrani atau yang lainnya. Mengenal Islam sejak lahir itu adalah hidayah Allah, masalahnya kemudian adalah bagaimana kita menyikapi hidayah yang telah kita dapatkan sejak lahir ini. Apakah kita masih saja menganggap Islam itu hanya penambah identitas dalam hidup, atau memang sudah menganggap lebih jauh lagi bahwa Islam adalah tuntunan dalam hidup yang segala ajarannya akan kita jalankan sebagai bentuk penghambaan (pengabdian) kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kembali kepada cara kita berfikir menggunakan ‘aqal yang Allah berikan kepada kita.
Semoga Allah menunjuki kita bagaimana kita menggunakan fikiran kita dalam menjalani hidup di dunia yang sementara ini. Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar