B.
Manusia dihiasi dengan ‘Aqal.
Hal yang membedakan
manusia dengan segala macam bentuk ciptaan Allah yang lainnya adalah manusia
dihiasi oleh Allah dengan ‘Aqal. Berbeda
dengan makhluk Allah, misalnya hewan, yang dihiasi dengan nafsu namun tidak
dihiasi dengan ‘aqal. Barangkali, secara biologis belum ada perbedaan antara
letak ‘aqal pada manusia dengan hewan, sebab manusia punya otak, hewan juga
punya. Namun, jelas manusia tidak ingin disamakan dengan hewan.
Mengenai hal pikiran
inilah sangat beragam pandangan para ahli biologi. Sama dengan masalah ruh,
yang sampai saat ini belum ada kepastian dimana letak perbedaan antara otak
manusia dengan otak hewan (sehingga tidak sama cara berfikir antara manusia
dengan hewan) sebab mengenai hal ini tidak bisa dibedakan dari segi kuantitas
atau ukurannya saja.
Masalah mengenai
perbedaan ini bukan lah masalah primer yang harus diselesaikan oleh manusia,
tetapi untuk apa atau bagaimana pertanggungjawaban kita nanti di hari yang pada
saat itu seorang anak tidak lagi memikirkan ibu dan ayahnya, hari
pertanggungjawaban manusia atas segala hal yang telah Allah pinjamkan kepada
kita, termasuk segala yang ada pada diri kita.
Manusia diberi ‘aqal
agar mampu berfikir, memahami tanda-tanda kekuasaan Allah yang dapat dilihat
dalam kehidupa di dunia yang penuh dengan keindahan yang membuat manusia jadi
terlena. Orang atheis yang nyatanya mempercayai bahwa ada sesuatu yang mengatur
alam ini, seharusnya lebih mampu menggunakan ‘aqalnya untuk mencari jalan yang
benar dalam kehidupan ini, sehingga hidupnya tidak terombang-ambing dalam dunia
khayal yang mendatangkan kesesatan bagi dirinya dan orang lain. Begitu juga
para ilmuwan yang beragama diluar Islam.
Dengan cara berfikir
manusia yang selalu mencari kebenaran, sepatutnya manusia sudah meyakini dengan
sepenuh hati bahwa Allah adalah Tuhan yang haq disembah, dan Islam adalah agama
Allah yang sebenar-benar agama dalam hidup ini. Apabila ‘aqal yang diberikan
Allah digunakan dengan baik, maka tidak akan ada lagi manusia yang menyembah
dan mempertuhankan sesama manusia, mempertuhankan benda-benda yang dibuat
sendiri oleh manusia, misalnya menyembah patung, pohon yang dibentuk, api yang
besar, dsb.
Patung yang disembah
oleh orang-orang yang sesat itu, tak kan mampu berbuat apa-apa untuk memberikan
segala yang kita butuhkan untuk hidup kita. Jadi, tidak pantaslah manusia
menyembah yang diciptakan manusia, apalagi menyembah sesama manusia, walaupun
seseorang itu adalah orang paling kaya di dunia, sepatutnya manusia menyembah
yang menciptakan manusia dan yang memberikan kecukupan dalam menjalani hidup.
Manusia yang Allah
berikan kesempurnaan dengan menghiasinya dengan ‘aqal, hendaklah berfikir lebih
jernih lagi tentang benar-salahnya jalan hidup yang ia tempuh selama ini, tak
terkecuali kita yang notabenenya adalah seorang muslim. Hal-hal yang perlu kita
renungkan adalah adakah kita masih sama dengan mereka yang belum mampu berfikir
dengan jernih itu? adakah kita mengaku beragama Islam hanya karena kedua
orangtua kita juga beragama Islam?
Kalaulah kita mengaku
beragama Islam hanya karena orangtua kita juga beragama Islam terlebih dahulu,
maka sama saja status kita dengan mereka yang beragama Nasrani, Yahudi, dll,
sebab mereka juga jadi seorang Nasrani atau beragama yang lainnya karena memang
orantua mereka juga beragama Nasrani atau yang lainnya. Mengenal Islam sejak
lahir itu adalah hidayah Allah, masalahnya kemudian adalah bagaimana kita
menyikapi hidayah yang telah kita dapatkan sejak lahir ini. Apakah kita masih
saja menganggap Islam itu hanya penambah identitas dalam hidup, atau memang
sudah menganggap lebih jauh lagi bahwa Islam adalah tuntunan dalam hidup yang
segala ajarannya akan kita jalankan sebagai bentuk penghambaan (pengabdian)
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala kembali kepada cara kita berfikir menggunakan
‘aqal yang Allah berikan kepada kita.
Semoga Allah menunjuki
kita bagaimana kita menggunakan fikiran kita dalam menjalani hidup di dunia
yang sementara ini. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar