C.
Manusia dihiasi
dengan Nafsu.
Salah satu perbedaan
lain yang lain yang paling menandakan sifat manusia adalah Nafsu. Berbeda
dengan Malaikat, hamba Allah yang imannya selalu bertambah dan selalu berbakti
kepada Allah, menjalankan segala perintah Allah dan meninggalkan segala
larangan Allah. Malaikat tidak diberikan Nafsu, seperti manusia.
Berbeda pula dengan
hewan, hakikinya manusia memilik Nafsu, hewan juga memiliki Nafsu, namun
manusia tidak lah sama dengan hewan yang hanya menuruti nafsunya tanpa
memikirkan bagaimana menggunakan nafsu itu dan kapan waktu yang tepat untuk
memperturutkannya. Jadi, kalau ada manusia yang saat ini hanya memperturutkan
Nafsunya tanpa berfikir panjang mengenai benar atau salahnya yang ia lakukan,
tidak ada lah bedanya dengan hewan. Manusia seperti ini lah yang nantinya
statusnya akan disamakan dengan binatang ternak, sebab hanya memperturutkan
nafsunya belaka, bahkan bisa lebih sesat lagi daripada binatang ternak itu.
Pengertian sederhana
yang dapat dengan mudah kita pahami tentang Nafsu adalah sesuatu faktor
internal yang mendorong seorang manusia untuk bertingkahlaku (baik itu
perbuatan yang baik maupun yang buruk).
Ada beberapa macam pembagian nafsu oleh para
ulama, diantaranya adalah mereka membagi nafsu yang dimiliki oleh manusia itu
menjadi 3 jenis, yaitu :
1.
Nafsu
yang tenang (An-nafsul Muthmainnah)
Mereka yang memilik
nafsu yang tenang (muthmainnah), adalah mereka yang dalam hidupnya selalu
berusaha untuk mengerjakan yang diperintahkah oleh Allah dan meninggalkan yang
di larang oleh Allah. Nafsu bukan lah sesuatu yang harus diperturutkan
sebagaimana mereka yang mempertuhankan nafsunya. Tetapi, lebih mempergunakannya
untuk mencari kesenangan dibawah naungan aturan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Kelak Allah akan memberikan penghargaan bagi manusia yang memiliki nafsu yang
tenang sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Fajr 27-30 :
Artinya :
“Wahai jiwa (Nafsu) yang
tenang !. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.
(QS. Al-Fajr : 27-30).
2.
Nafsu
yang lemah ( An-Nafsul Lawwamah)
Nafsu yang lemah adalah
Nafsu yang terkadang berbuat baik, namun terkadang kembali berbuat kejahatan
(keburukan) dan dosa. Hati manusia memang kadang berbolak-balik. Namun,
sepatutnya manusia itu berusah menjaga dengan sekuat hatinya agar tak lebih
banyak dalam berbuat keburukan. Sebab, nafsu yang lebih banyak ingin berbuat
buruk dan diperturuti yang memilikinya adalah Nafsu yang lemah. Dan apabila
sampai pada akhir hidupnya ia masih dalam keadaan berbuat keburukan (dosa) maka
ia akan ditempatkan dalam tempat orang yang dimurkai oleh Allah, yaitu Neraka.
Nabi Muhammad
Shallallahu ’Alaihi Wa Sallam menerangkan dalam haditsnya bahwa “manusia ada
yang selama hidupnya selalu berbuat amalan ahli surga, namun ketetapan Allah
mendahuluinya, ia beramal dengan amalan ahli neraka dan ia pun dimasukkan ke
dalam Neraka. sebaliknya, ada pula manusia yang selama hidupnya selalu beramal
dengan amalan ahli neraka, namun ketetapan Allah mendahuluinya sehingga ia
beramal dengan amalan ahli surga dan ia pun masuk ke dalam surga Allah.
Kita adalah manusia yang
tidak memiliki sedikit ilmu pun tentang kapan kita akan dipanggil oleh Allah,
sehingga kita diwajibkan beramal sesuai yang diperintahkan oleh Allah dan tidak
menenggelamkan hati kita dalam kenikmatan hidup di dunia dan terlena di
dalamnya sehingga kita hanya sedikit berbuat baik dan sangat sering berbuat
dosa. Semoga Allah menunjuki kita ke dalam golongan orang yang memiliki nafsu yang
diridhai Allah dan menghindarkan kita dari golongan orang yang memilik nafsu
yang lemah (Lawwamah).
3.
Nafsu
yang selalu mendorong kepada kejahatan ( An-nafsu Ammaratun bissu’i)
Macam nafsu yang
dimiliki oleh manusia yang terakhir adalah Nafsu yang Ammaratun bissu’I, atau Nafsu yang selalu mendorong untuk berbuat
kejahatan atau dosa. Mengenai hal ini, dalam Al-Qur’an Allah mengisahkan
perkatan Nabi Yusuf AS yang sempat dipenjara atas tuduhan mencoba untuk
menzinai Zulaikha, kemudian dibebaskan kembali karena Nabi Yusuf AS memang
tidak bersalah. Beliau menerangkan sebagaimana dalam firman Allah, surah Yusuf
ayat 53 berikut ini :
Artinya :
“Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan),
karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali nafsu
yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha
Penyayang”. (QS. Yusuf : 53).
Dari penjelasan dari
dalam ayat itu, kita mampu memahami bahwa hanya nafsu yang diberi rahmat oleh
Allah lah nafsu yang mampu menjaga diri manusia dari berbuat kejahatan dan
dosa. Dalam ayat itu juga sekaligus dijelaskan bahwa manusia yang sudah
sempurna akhlaknya pun belum tentu bebas dari kesalahan seperti yang dinyatkan
oleh Nabi Yusuf AS, Namun Allah juga Maha Pengampun dan Maha Penyayang terhadap
hambanya yang berusaha meminta ampunan Allah dan berusaha menjauhkan dirinya
dari segala dosa dan hal-hal yang tidak berguna bagi dirinya.
Diantara ketiga macam
Nafsu yang menyertai manusia itu, satu yang paling kita harapkan adalah nafsu
jenis yang pertama. Sebab dengan itu lah kita dapat meraih ridha Allah, dan
apabila kita sudah mendapatkan ridha Allah, maka akan dengan mudah kita
menjalani hidup di dunia dan di akhirat nanti mudah-mudahan Allah akan
menempatkan kita dalam sebaik-baik tempat disisi-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar